Rabu, 06 Oktober 2010

Trouble Maker, Kritikus, Trouble Shooter

Dimana-mana ada tukang bikin problema. Di rumah, di antara tetangga, di kantor dan tidak luput pula di dalam negara. Ada yang sadar karena ambisi atau cita-citanya. Ada yang sekadar ikut-ikutan. Ada yang tidak sadar sama sekali bahwa ia termasuk problem maker atau trouble maker.

Contoh trouble maker di rumah adalah anak yang 'jahil' menggoda adiknya sehingga menangis. Sedangkan di antara tetangga, ada yang membuat trouble dengan, misalnya, membikin "isyu". Yugoslavia yang dulu tenang, sekarang ini semrawut dilanda perang separatis. Ini tentu ada yang menjadi trouble makernya.

Dimana-mana ada tukang kritik. Kritikus film, kritikus koran, kritikus politik dan kritikus macam-macam dengan bobot yang berbeda-beda. Tukang kritik amatiran level RT, misalnya , seringkali asal "clomet" tanpa didukung data yang berbobot "statistik". Audience, karena sungkan, biasanya mendengarkan saja walaupun dalam hati mengelus dada sambil berbicara dalam hati "berani benar orang ini, kerja tidak, bicara iya".

Lantas ada pula golongan yang disebut trouble shooter. Golongan yang jumlahnya sedikit ini dikatakan manusia pilihan. Mengapa ? Karena mereka dikenal panjang akal untuk mencari jalan keluar suatu masalah.

Dari pengamatan Jon Balekon, trouble maker jumlahnya lebih sedikit daripada kritikus. Trouble shooter juga demikian, lebih sedikit daripada kritikus. Hampir berimbang jumlah trouble maker dengan trouble shooter. Jadi yang banyak adalah tukang kritik, yang seringkali dijuluki NATO (No Action Talking Only) yang artinya bicara melulu tanpa kerja. Itulah komposisi manusia pada umumnya.

Trouble shooter tidak akan berfungsi kalau tidak ada trouble maker dan kritikus. Tukang kritik tidak akan berfungsi kalau semuanya sudah sempurna. Trouble maker tidak akan ada kalau dia tidak dibekali nafsu, yakni nafsu untuk mempermasalahkan masalah.

"Mengawinkan ketiganya - trouble maker, kritikus dan trouble shooter - dalam komposisi yang ideal adalah tindakan yang bijaksana karena akan bermanfaat. Jangan diredam. jangan dijauhi. Musik konser tidak akan enak didengar bilamana hanya ada satu nada suara atau satu jenis alat musik saja". Kata Mas Bagio, teman karib Jon Balekon, ketika Jon Balekon menceritakan hasil pengamatannya ini. Jon Balekon tidak menyanggah. "Lha wong kesimpulannya memang seperti itu". Pikirnya