Jumat, 12 Oktober 2018

Mandi Mencegah Gila


Mandi bagi hampir semua orang adalah suatu hal yang biasa.  Itu adalah urusan rutin dan karena itu, terutama bagi orang di daerah tropis, boleh dikatakan sudah menjadi kebiasaan untuk tiada hari tanpa  mandi.  Sebab tidak  mandi bagi orang tropis, badan menjadi tidak segar - bahkan mungkin bau - karena keringat seharian keluar.

Mandi,   jika sedikit dikaji, ternyata ada ceritanya.  Ada  yang kalau mandi "byar-byur". Air setengah bak mandi habis, membuat para pencinta lingkungan,  pecinta efisiensi, mengelus dada  dan  kadangkala sebal. Ada pula yang kalau mandi seperti “koboi” yang sangat hemat air.   Sedikit air tetapi kesegaran tetap diperoleh.

Masih  cerita tentang mandi. Banyak yang sedang mandi pikirannya kemana-mana. Entah ke kantor, entah ke bisnis dan  entah  kemana lagi.  Habis air banyak, tetapi ia tak menikmati mandi.   Adapula yang mandinya  lama, yang kalau di asrama menyebabkan  kawannya  yang  lain  menjadi tak sabaran.  Apalagi di pagi hari,  di kala tuntutan membuang hajad merupakan kebutuhan banyak orang. 

Konon   mandi  itu  ada  seninya.   Menurut  Dra  Psi   Sopongiro Akuwanita, akhli psikologi yang pernah ditemui oleh Jon  Balekon, ia mengimbau agar Jon benar-benar menikmati mandi.  Bukan  airnya yang banyak tetapi menggosok badannya yang benar. Maksudnya, setiap sentuhan atau  gosokan telapak tangan pada setiap  wilayah  kulit benar-benar dirasakan. Pikiran seratus  persen  dicurahkan  ke tangan dan ke kulit yang sedang digosok.  Pelan, dinikmati, bak raja yang sedang mandi sauna.

Kata  psikolog itu selanjutnya, dengan mandi  yang penuh  konsentrasi, manusia tercegah dari kemungkinan menjadi  gila.  "Lho lha koq  bisa  ?  " Tanya Jon Balekon heran.  "Ya bisa saja " Kata sang psikolog yang ubannya sudah separuh kepala itu.  Pada orang gila, kata sang psikolog, terjadi ketidaksinkronan antara pikiran  dan organ tubuh yang dikendalikan  oleh  pikiran itu.   Pikiran  menangkap  kesedihan sehingga seharusnya mulut menangis,  airmata keluar.  Tetapi karena tak terkendali,  mulut terbuka lebar, tertawa cekakakan.   Penyembuhan orang gila pada intinya  adalah mensinkronisasikan pikiran dengan organ  tubuhnya itu.  Nah, itulah manfaatnya bilamana mandi dilakukan dengan serius.

Penyakit  sejenis yang juga timbul akibat ketidaksinkronan pikiran dengan organ tubuh adalah  penyakit latah.  Pada saat kaget, mulut orang yang dihinggapi penyakit ini serta merta mengeluarkan respon yang tak terkendali, tanpa menyadari akibat baik-buruknya.   Anak-anak senang, orang-orang tertawa karena lucu.  Tetapi  bagaimanapun juga akan tetap memalukan,   terutama jika tidak pada tempatnya.  Penyembuhannya bagaimana ?  Sederhana saja.  Begitu kaget, tahan nafas sembari tutup mulut.

Demikian  pula dengan kasus orang terpeleset.  Ini juga bukti  bahwa  antara, mata,  kaki dan pikiran tidak  menyatu.  Bukankah  orang   yang berkonsentrasi sewaktu berjalan tak akan terpeleset ? 

Itu  cerita tentang mandi, gila, latah dan terpeleset, yang  pada intinya berkaitan dengan konsentrasi. Masih ada  cerita  lain lagi  yang juga berkaitan dengan konsentrasi, yaitu ketika makan, ketika hubungan seksual,  ketika bergaul, ketika bekerja, ketika sembahyang  dan ketika mengerjakan  sesuatu yang lain.  Kata psikolog Sopongiro, perlu serius dan perlu dinikmati.   Coba saja  rasakan kalau makan buru-buru, kalau bekerja buru-buru kalau...kalau.....buru-buru.

Jadi  segala  sesuatu  perlu  dinikmati,   perlu  serius.  Bukan terpaksa.   Sebab mengerjakan segala sesuatu dengan serius  tanpa terpaksa  adalah  sehat.  "Karena itu nikmatilah  mandi.   Dengan menikmati  mandi itu, kita belajar untuk tidak gila"   Kata sang psikolog. 

Jon Balekon tersenyum.  "Weleh..weleh..mandi saja ada ilmunya". " Terima kasih mbakyu Sopongiro.  Besok aku mulai mandi seperti koboi ! Air sedikit tetapi badan bersih dan pikiran sehat"  Kata Jon.



L050892a/acc/20181012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar