Mandi
bagi hampir semua orang adalah suatu hal yang biasa. Itu adalah urusan rutin dan karena itu,
terutama bagi orang di daerah tropis, boleh dikatakan sudah menjadi kebiasaan untuk
tiada hari tanpa mandi. Sebab tidak
mandi bagi orang tropis, badan menjadi tidak segar - bahkan mungkin bau
- karena keringat seharian keluar.
Mandi, jika sedikit dikaji, ternyata ada
ceritanya. Ada yang kalau mandi "byar-byur". Air
setengah bak mandi habis, membuat para pencinta lingkungan, pecinta efisiensi, mengelus dada dan
kadangkala sebal. Ada pula yang kalau mandi seperti “koboi” yang sangat
hemat air. Sedikit air tetapi kesegaran
tetap diperoleh.
Masih cerita tentang mandi. Banyak yang sedang
mandi pikirannya kemana-mana. Entah ke kantor, entah ke bisnis dan entah
kemana lagi. Habis air banyak,
tetapi ia tak menikmati mandi. Adapula
yang mandinya lama, yang kalau di asrama
menyebabkan kawannya yang
lain menjadi tak sabaran. Apalagi di pagi hari, di kala tuntutan membuang hajad merupakan
kebutuhan banyak orang.
Konon mandi
itu ada seninya.
Menurut Dra Psi
Sopongiro Akuwanita, akhli psikologi yang pernah ditemui oleh Jon Balekon, ia mengimbau agar Jon benar-benar
menikmati mandi. Bukan airnya yang banyak tetapi menggosok badannya
yang benar. Maksudnya, setiap sentuhan atau
gosokan telapak tangan pada setiap
wilayah kulit benar-benar
dirasakan. Pikiran seratus persen dicurahkan
ke tangan dan ke kulit yang sedang digosok. Pelan, dinikmati, bak raja yang sedang mandi
sauna.
Kata psikolog itu selanjutnya, dengan mandi yang penuh
konsentrasi, manusia tercegah dari kemungkinan menjadi gila.
"Lho lha koq bisa ?
" Tanya Jon Balekon heran.
"Ya bisa saja " Kata sang psikolog yang ubannya sudah separuh
kepala itu. Pada orang gila, kata sang
psikolog, terjadi ketidaksinkronan antara pikiran dan organ tubuh yang dikendalikan oleh
pikiran itu. Pikiran menangkap
kesedihan sehingga seharusnya mulut menangis, airmata keluar. Tetapi karena tak terkendali, mulut terbuka lebar, tertawa cekakakan. Penyembuhan orang gila pada intinya adalah mensinkronisasikan pikiran dengan
organ tubuhnya itu. Nah, itulah manfaatnya bilamana mandi
dilakukan dengan serius.
Penyakit sejenis yang juga timbul akibat
ketidaksinkronan pikiran dengan organ tubuh adalah penyakit latah. Pada saat kaget, mulut orang yang dihinggapi
penyakit ini serta merta mengeluarkan respon yang tak terkendali, tanpa
menyadari akibat baik-buruknya.
Anak-anak senang, orang-orang tertawa karena lucu. Tetapi
bagaimanapun juga akan tetap memalukan,
terutama jika tidak pada tempatnya.
Penyembuhannya bagaimana ?
Sederhana saja. Begitu kaget, tahan
nafas sembari tutup mulut.
Demikian pula dengan kasus orang terpeleset. Ini juga bukti bahwa
antara, mata, kaki dan pikiran
tidak menyatu. Bukankah
orang yang berkonsentrasi
sewaktu berjalan tak akan terpeleset ?
Itu cerita tentang mandi, gila, latah dan
terpeleset, yang pada intinya berkaitan
dengan konsentrasi. Masih ada
cerita lain lagi yang juga berkaitan dengan konsentrasi, yaitu
ketika makan, ketika hubungan seksual,
ketika bergaul, ketika bekerja, ketika sembahyang dan ketika mengerjakan sesuatu yang lain. Kata psikolog Sopongiro, perlu serius dan
perlu dinikmati. Coba saja rasakan kalau makan buru-buru, kalau bekerja
buru-buru kalau...kalau.....buru-buru.
Jadi segala
sesuatu perlu dinikmati,
perlu serius. Bukan terpaksa. Sebab mengerjakan segala sesuatu dengan
serius tanpa terpaksa adalah
sehat. "Karena itu
nikmatilah mandi. Dengan menikmati mandi itu, kita belajar untuk tidak
gila" Kata sang psikolog.
Jon
Balekon tersenyum.
"Weleh..weleh..mandi saja ada ilmunya". " Terima kasih
mbakyu Sopongiro. Besok aku mulai mandi
seperti koboi ! Air sedikit tetapi badan bersih dan pikiran sehat" Kata Jon.
L050892a/acc/20181012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar